Partai Politik dan Strategi Mendemokratiskan - Asa Digital

Jumat, 24 November 2017

Partai Politik dan Strategi Mendemokratiskan




Sebelum era reformasi, demokrasi adalah sebuah impian. Ketika itu, di bawah kekuasaan yang terpusat dan membelenggu, kita menginginkan kebebasan untuk berekspresi, ikut menentukan jalannya pemerintahan, serta menikmati hasil pembangunan secara berkeadilan. Kita memimpikan pemerintahan yang dibentuk atas dasar pilihan rakyat dan berbuat untuk kemaslahatan rakyat. Kita menginginkan demokrasi dan sebuah republik yang sesungguhnya. Tetapi setelah delapan belas tahun hidup di alam demokrasi, mulai muncul pertanyaan mendasar. Apakah memang benar bangsa ini menghendaki demokrasi? Atau paling tidak, apakah praktik yang sedang berjalan adalah demokrasi yang sejati?
Berbicara demokrasi tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran salah satu infrastruktur politik yang menunjang demokrasi itu sendiri, yaitu partai politik. Saat ini partai politik berkembang bak jamur di musim hujan, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjanjikan akan perbaikan dan pembangunan bangsa. Berbagai jargon dan program yang mereka tawarkan seakan memberi harapan baru untuk menyelesaikan permasalahan bangsa yang begitu kompleks. Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut hanyalah sebuah utopia.
Partai politik dapat dikatakan belum dapat memperbaiki kondisi bangsa yang dirundung banyak persoalan, apalagi hanya untuk sekeda rmewujudkan harapan dan cita-cita demokrasi di dalamnya. Dalam dunia politik demokrasi hanya dijadikan sebagai topeng untuk menunjukan bahwa seakan akan kehendak dan kedaulatan rakyat ada didalamnya, padahal sebenarnya yang terjadi adalah demokrasi yang bersifat semu belaka. Oleh para politisi, partai politik hanya dijadikan sebagai alat demi memperoleh kekuasaan dan jabatan, bukan digunakan sebagai alat untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat sesuai dengan cita-cita partai politik itu sendiri. Yang lebih memperihatinkan, para politikus yang sudah berkuasa cenderung memperkaya diri sendiri dan mementingkan kelompoknya, dibandingkan memperhatikan kepentingan rakyat yang telah memilihnya.

Partai Politik dan Peranan Dalam Demokrasi
Menurut Miriam Budiardjo, partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Jika merujuk artian normatif Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dapat dipahami berdasarkan kedua pengertian tersebut bahwa partai politik adalah organisasi yang disusun secara rapi dan stabil dan dibentuk oleh sekelompok orang secara sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan persamaan ideologi tertentu dan berusaha untuk mencari serta mempertahankan kekuasaan melalui pemilu untuk mewujudkan alternatif kebijakan atau program-program yang telah mereka susun.
Partai sendiri memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political parties created democracy” (Partai politik yang menciptakan demokrasi). Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties” (Demokrasi tidak terbayangkan kecuali dalam artian partai).
Tak sedikit pula yang berpandangan bahwa Partai politik tidak lebih daripada kendaraan sekelompok elit politik yang berkuasa untuk mencapai kepentingan sendiri. Partai politik hanya lah berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu dengan mengorbankan kehendak umum (Rousseau, 1762).
Dalam suatu negara demokrasi, kedudukan dan peranan setiap lembaga negara haruslah sama-sama kuat dan bersifat saling mengendalikan dalam hubungan “checks and balances”. Sistem kepartaian yang baik sangat menentukan bekerjanya sistem ketatanegaraan berdasarkan prinsip “checks and balances” dalam arti yang luas. Sebaliknya, efektif bekerjanya fungsi-fungsi kelembagaan negara itu sesuai prinsip “checks and balances” berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan kualitas sistem kepartaian dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan di suatu negara.
Jadi, peranan partai politik dapat dikatakan sangat menentukan dalam dinamika kegiatan bernegara. Pertai politik betapapun juga sangat berperan dalam proses dinamis perjuangan nilai dan kepentingan (values and interests) dari konstituen yang diwakilinya untuk menentukan kebijakan dalam konteks kegiatan bernegara.

Fungsi Partai Politik
Secara teoritis Parpol setidaknya memiliki lima fungsi yang semestinya dipe-rankan dalam proses kehidupan bernegara yang demokratis yaitu, (1) fungsi artikulasi kepentingan, (2) fungsi agregasi kepentingan, (3) fungsi sosialisasi politik, (4) fungsi rekrutmen politik, dan (5) fungsi komunikasi politik (Putra, 2003).
  1. Artikulasi Kepentingan
  2. Parpol harus bisa memerankan fungsi-nya mengajukan kepentingan-kepentingan rakyat dalam proses perumusan kebijakan publik, sehingga kepentingan-kepentingan rakyat dapat terlayani oleh kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memegang kedaulatan.
  3. Agregasi Kepentingan
  4. Parpol dalam proses perumusan kebijakan publik harus dapat memerankan fungsinya menggabungkan kepentingan-kepentingan yang merupakan tuntutan rakyat menjadi alternatif-alternatif terbaik yang memenuhi aspirasi rakyat.
  5. Sosialisasi Politik
  6. Parpol harus memerankan fungsinya mensosialisasikan nilai-nilai dan etika politik yang berlaku kapada warga negara. Sosialisasi nilai-nilai dan etika politik harus dilakukan secara terus-menerus.
  7. Rekruitmen Politik
  8. Parpol memiliki kepentingan untuk menempatkan kader-kadernya pada jabatan-jabatan politik di pemerintahan untuk menyuarakan dan mengajukan kepentingan partai dan rakyat yang diwakili. Agar dapat menempatkan kader-kader terbaik di pemerintahan, Parpol harus mampu memerankan fungsinya melakukan rekruitmen politik.
  9. Komunikasi Politik
  10. Melalui komunikasi politik, Parpol mengomunikasikan informasi, isu, gagasan, dan program-program partai sehingga dapat diketahui oleh rakyat. Segenap struktur partai supaya dapat memerankan fungsinya haruslah melakukan komunikasi politik. Komunikasi politik ini dapat dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi yang tersedia secara legal. Muara dari semua peran Parpol itu adalah formulasi dan implementasi kebijakan publik yang merespon kepentingan rakyat.
Permasalahan Partai Politik Saat Ini
Tidak dapat dipungkiri berbagai permasalahan sering kali terjadi pada wadah aspirasi masyarakat ini. Terlebih semakin kecenderungannya partai politik yang ditumpangi kepentingan para elit politik. Sehingga demokrasi sering menjadi dalih semata sedangkan senyatanya tidak sebagaimana makna yang sebenar-benarnya. Berikut permasalahan yang sering terjadi dalam tubuh partai poltik:
  1. Oligarki Politik
  2. Adanya organisasi itu, tentu dapat dikatakan juga mengandung beberapa kelemahan. Di antaranya ialah bahwa organisasi partai cenderung bersifat oligarkis. Organisasi dan termasuk juga organisasi partai politik kadang-kadang bertindak dengan lantang untuk dan atas nama kepentingan rakyat, tetapi dalam kenyataannya di lapangan justru berjuang untuk kepentingan pengurusnya sendiri.
    Prof. Mahfud MD mengatakan bahwa wajah politik Indonesia saat ini terkonfigurasi politik oligarkis, yaitu suatu konfigurasi politik yang didominasi kelompok elit melalui transaksi-transaksi mutualisme diantara elit negeri. Semua disebabkan demokrasi telah dicuri oleh petualang politik yang korup dan bersekongkol dengan penguasa hitam.
    Lebih jauh Robert Michels mengatakan yang kemudian dikenal sebagai suatu hukum besi yang berlaku dalam organisasi bahwa:
    "Organisasilah yang melahirkan dominasi si terpilih atas para pemilihnya, antara si mandataris dengan si pemberi mandat dan antara si penerima kekuasaan dengan sang pemberi. Siapa saja yang berbicara tentang organisasi, maka sebenarnya ia berbicara tentang oligarki".
    Maka terdapat kecenderungan dominasi politik yang ditumpangi oleh berbagai kepentingan elit politik. Karena benarlah dikatakan bahwa berbicara poltik maka akan berbicara tentang kepentingan. Meskipun kepentingan yang dimaksud untuk rakyat telah terjadi pergeseran.
  3. Mengguritanya Politik Transaksional
  4. Faktor yang lebih menyedihkan, memperburuk serta mengancam tujuan restrukturisasi kekuasaan adalah perilaku para elit yang memanipulasi demokrasi prosedural. Mereka menganggap sudah mendapatkan legitimasi jikakalau sudah mengikuti prosedur dan regulasi yang mereka buat sendiri.
    Dengan mengatas-namakan rakyat mereka bahkan dapat menguras kekayaan negara untuk dinikmati sendiri atau bersama kelompoknya. Perilaku para elit yang sangat merusak tatanan tersebut kalau tidak segera dihentikan akan menggerogoti modal sosial (social capital) bangsa ini yang dapat dijadikan aset dalam melakukan transisi politik. Pada akhirnya akan mengarah pada praktik korupsi.
    Ironinya, di tataran elit perpolitikan di Indonesia sarat dengan pertarungan politik tanpa cita-cita. Kiblat politik yang sangat didorong oleh godaan nafsu berkuasa telah menyingkirkan jauh-jauh arti politik sebagai perjuangan bersama mewujudkan cita-cita luhur bangsa. Manuver politik didominasi oleh nafsu berkuasa sehingga dunia politik Indonesia sarat dengan intrik dan kompromi politik yang pragmatik-transaksional, oportunistik, politik uang, tebar pesona dan janji kosong sebagai alat merayu dukungan politik. Demikian pula perselingkuhan politik yang cenderung gonta-ganti pasangan dengan segala bentuk dan manifestasinya, semuanya dilakukan untuk mengejar kenikmatan kekuasan dan keuntungan.
    Tiadanya roh kehidupan politik, kurangnya pemahaman tentang hakekat kekuasaan dan kedaulatan serta akselerasi perubahan yang sedemikian pesat, mengakibatkan wajah perpolitikan di Indonesia beberapa tahun belakangan sarat dengan pertarungan politik dari para elit yang ingin berkuasa, mempertahankan kekuasan atau mereka yang ingin lebih berkuasa. Perilaku elit yang berorientasi kepada kekuasaan subyektif cenderung merusak tatanan serta menginjak-injak martabat rakyat. Padahal bangsa Indonesia memiliki semua persyaratan untuk berhasil.
Strategi Mendemokratiskan Partai Politik
  1. Memvisikan Perwujudan Pemerintahan yang Efektif
  2. Praktek penyelengaraan pemerintahan dewasa ini masih belum efektif disebabkan oleh karena menggabungkan sistem presidensial dengan multipartai tak terbatas. Penggabungan dua variabel tersebut adalah kombinasi yang tidak kompatibel. Beberapa kelemahan pokok yang mengakibatkan kedua sistem tersebut tidak kompatibel adalah sebagai berikut: Pertama, sistem presidensial dan sistem multi partai mengakibatkan hubungan antara kedua lembaga tersebut diancam oleh kondisi stagnan.
    Berbeda dengan sistem parlementer dimana partai mayoritas atau gabungan partai-partai yang berhasil membangun koalisi membentuk pemerintahan, sehingga selalu ada jaminan dukungan pemerintah oleh parlemen. Sementara itu sistem presidensial dalam multipartai, presiden tidak selalu mendapatkan jaminan mayoritas di parlemen sehingga dipaksa harus selalu melakukan koalisi atau deal-deal politik dalam menangani setiap isu politik. Kedua, kombinasi sistem presidensial dan multi partai akan menimbulkan persoalan yang kompleks dalam hal membangun koalisi di antara partai-partai politik.
    Agenda yang sangat penting dalam melakukan penyempurnaan terhadap berbagai regulasi politik tentang sistem pemerintahan, sistem pemilihan umum dan sistem kepartaian. Beberapa prinsip mendasar dan paradigma yang harus dijadikan acuan dalam menyusun penyempurnaan regulasi politik adalah sebagai berikut. Pertama, proses demokratisasi yang sedang berlangsung dewasa perlu ditingkatkan dan dilembagakan. Kedua, sementara itu pada saat yang sama diperlukan pemerintahan yang efektif agar rakyat dapat menikmati secara konkrit hasil dari proses demokrasi dalam wujud kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Hal itu harus menjadi pilihan mengingat demokrasi dalam dirinya selalu mengandung kontradiksi antara pemerintahan yang efektif di satu pihak dan keterwakilan di pihak lain.
    Secara lebih rinci prinsip-prinsip tersebut harus dituangkan dalam kebijakan politik perundangan sebagai berikut:
    • Dalam UU Pemilihan umum, prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat dengan pemilihnya, (2) demokratisasi dalam mekanisme pencalonan kandidat anggota lembaga perwakilan, (3) penguatan dan perluasan basis keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah, (4) mempertegas sistem auditing dan pengelolaan dana-dana politik yang digunakan dalam proses Pemilu. Sementara itu UU pemilihan presiden disempurnakan dengan persyaratan partai-partai yang mencalonkan presiden harus memenuhi komitmen setidak-tidaknya selama lima tahun tetap konsisten menjadi pendukung pemerintah. 
    • Kehidupan kepartaian harus didukung oleh suatu regulasi yang mempunyai paradigma sebagai berikut: (1) pengkaderan partai politik, (2) mendorong kepemimpinan partai yang demokratis, (3) mendorong penggabungan partai-partai kecil dan partai-partai yang gagal mendapatkan Parliamentary Thershold (PT) berdasarkan persamaan kepentingan maupun idelogi kepemihakan, (4) dibukanya kesempatan partai lokal, (5) mendorong proses institusional partai dengan mempunyai sumber daya yang independen, serta (5) larangan merangkap jabatan bagi pengurus partai yang terpilih menjadi pejabat publik.
    • Prinsip penyempurnaan UU Susunan dan kedudukan MPR dan Lembaga Perwakilan Rakyat adalah sebagai berikut : (1) peningkatan kemampuan dan akuntabilitas lembaga dan anggota DPR, (2) pertanggungjawaban yang jelas bagi setiap anggota DPR yang melakukan reses, (3) meningkatkan hubungan antara anggota DPR dan DPD, antara lain dengan meningkatkan komunikasi politik antara wakil rakyat dan konstituensinya. (4) peningkatan efektifitas lembaga DPR dilakukan dengan penciutan jumlah pengelompokkan politik (fraksi) di DPR dengan menentukan jumlah minimal anggota fraksi di DPR sama dengan jumlah komisi. (5) Harmonisasi hubungan DPR dan DPD dengan memberikan peran yang lebih signifikan kepada DPD dalam pembahasaan RUU, dan lain sebaginya. Semua itu harus dilakukan secara komprehensif dan koheren serta dirancang dalam Program Legislatif Nasional yang berkesinambungan agar peraturan perundangan tidak tumpang tindih satu dengan lainnya.
  3. Reformasi Parpol
  4. Agenda yang sangat mendesak dewasa ini adalah melakukan reformasi partai politik atau meningkakan kualitas partai politik. Peningkatan kualitas pertama-tama adalah dengan melakukan pengakaderan partai politik. Pendidikan kader partai dimaksudkan untuk menghasilkan kader partai yang kapabel, akuntabel, mempunyai komitmen, kepekaan serta keterampilan menterjemahkan ideologi kebijakan partai, disiplin terhadap keputusan partai sampai dengan ketrampilan-ketrampilan melakukan lobi, diskusi, meyakinkan lawan politiknya, berdebat, memimpin rapat, dan lain sebagainya.
    Dengan melakukan kaderisasai dan pendidikan poltik secara reguler maka kapasitas partai dalam menjalankan fungsi-fungsi pokoknya yakni sosialisasi dan pendidikan politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, partisipasi politik dll juga akan ditingkatkan. Melalui proses pendidikan politik yang semacam itulah partai akan didorong melakukan institusionalisasi agar menjadi pilar demokrasi yang kredibel.
  5. Kontrol Dana Parpol
  6. Keuangan dan dana partai politik adalah satu bentuk korupsi politik yang sangat membahayakan. Subsidi terhadap parpol yang terbilang kecil mengakibatkan gerakan menggalang dana partai menjadi sangat massif dan tak terkontrol, dan oleh sebab itu tidak mustahil berasal dari sumber ilegal.
    Partai menjadi lembaga pemburu rente yang tidak hanya menggerogoti kredibilitasnya tetapi bahkan dapat melumpuhkan kehidupan demokrasi. Oleh sebab itu pengaturan dana partai sangat penting dilakukan, karena tiadanya peraturan yang jelas dan tegas mengenai keuangan partai bukan hanya akan mengakibatkan vote buying, tetapi yang lebih berbahaya adalah akses pemilik kapital terhadap penguasa atau calon penguasa-penguasa di dalam partai politik. Banyak dugaan dana partai selain dari para pemilik modal yang ingin selalu mempertahankan dan meningkatkan keuntungannya, disedot pula dari sumber-sumber kekayaan negara melalui akses parpol birokrasi pemerintahan. Lembaga perwakilan rakyat sendiri sebagai tempat bertemunya berbagai kepentingan politik selalu tidak tegas dalam menyusun rumusan tentang dana parpol.
    Sementara itu pengelolaan dana partai politik, transparansi serta pertanggungjawaan sumbangan dana kampanye masih sangat jauh dari harapan. Padahal sumber merebaknya Korupsi Politik berawal dari pendanaan partai politik sebagaimana disebutkan di atas.
    Mengingat politik uang sudah menjadi bagian dari proses politik, ia harus dapat cegah diredam dan bahkan harus diberantas agar tidak mengakibatkan pembusukan politik yang semakin parah. Caranya adalah menambah secara proporsional dan mengontrol keuangan partai dan dana kandidat. Seperti memperjelas dan memerinci apa yang yang disebut sumbangan dalam UU parpol, memperjelas arti pengeluaran, mengharuskan partai politik menerapkan pembuatan laporan keuangan partai yang meliputi semua pemasukan dan pengeluaran dari kelompok-kelompok pendukung dalam suatu koordinasi yang terintegrasi, prinsip transparansi harus diterapkan dalam laporan keuangan partai politik, bantuan spontan yang dilakukan oleh para pendukungnya dicatat oleh partai dan dilaporkan ke KPUD/KIP, partai politik harus melakukan konsolidasi keuangan partai politik baik sumbangan mapun pengeluaran mulai dari pusat sampai tingkat cabang, termasuk dana yang dihimpun oleh calon yang mempunyai rekening sendiri harus dilaporkan pula, setiap pelangggaran yang terjadi dalam laporan keuangan seperti keterlambatan, kelalaian masukkan laporan yang salah atau tidak legkap, memanipulasi laporan harus diberikan sangsi hukum yang jelas, dan terakhir publik harus mempunyai akses yang leluasa untuk mengetahui sumbangan dan pengeluaran partai politik. Oleh sebab itu laporan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan uji publik oleh masyarakat.
Untuk memutus mata rantai kesemrawutan yang dihadapi bangsa Indonesia agenda yang harus menjadi prioritas adalah menyusun regulasi yang berkenaan dengan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Perangkat regulasi harus mempunyai tujuan dan arah yang jelas serta dilakukan secara komperehensif, kohesif, dan koheren antara regulasi yang satu dengan lainnya. Beberapa regulasi yang terkait dengan penataan kekuasaan pemerintahan, misalnya regulasi tentang pemilihan presiden, kepala daerah, dewan perwakilan rakyat, sistem kepartaian, pemilihan umum, desentralisasi, perimbangan keuangan pusat dan daerah, bahkan regulasi yang berkenaan dengan keamanan nasional. Dengan kebijakan politik perundang-undangan yang mempunyai proyeksi yang visioner serta ajeg dan paradigma yang jelas, diharapkan dapat diwujudkan pemerintahan yang efektif dan demokratis tetapi tetap dapat dikontrol oleh masyarakat.

Sumber:
  • Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
  • Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
  • Busroh, Abu Daud. 2015. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Djamali, R. Abdoel. 2011. Pengantar Hukum Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers.
  • Gaffar, Afan. 1999. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Handoyo, B. Hestu Cipto. 2015. Hukum Tata Negara Indonesia : Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi (Edisi Revisi).Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
  • Kaelan. 2009. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
  • Kristadi, J. 5 Februari  2014. Mewujudkan Kehidupan Politik yang Bermartabat Berdasarkan Pancasila. Diakses melalui http://agamadaneksistensinya.blogspot.co.id/2014/02/mewujudkan -politik-yang.html.
  • Michels, Robert. 1984. Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis dalam Birokrasi. Jakarta: Rajawali.
  • Sindonews.com. 20 Februari 2015. Problem Demookratisasi Partai Politik. Diakses melalui https://nasional.sindonews.com/read/966702/18/problem-demokratisasi-partai-politik-1424401515.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar