Menyongsong Asa atas Dilema Lewat Pustaka - Asa Digital

Kamis, 03 Oktober 2019

Menyongsong Asa atas Dilema Lewat Pustaka



Buku adalah gudang ilmu sekaligus jendela dunia. Ya begitulah kiranya. Sedianya buku memang memuat ilmu pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan semua kalangan. Bahkan, kurangnya membaca buku memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan.

Sayangnya, ada satu hal yang sering terlewatkan. Bahwa di balik itu semua ada peranan perpustakaan. Sebab, perpustakaan sering kali diidentikkan dengan buku. Tiada perpusatakaan tanpa buku dan tiada buku yang disajikan cuma-cuma tanpa perpustakaan.

Bila di awal dikatakan buku adalah gudang ilmu dan jendela dunia, maka perpustakaan menjadi cakrawalanya bangsal ilmu sekaligus wadah pikir dunia. Mengapa demikian? Tentu saja karena buku hanya memuat satu atau dua bidang ilmu, namun perpustakaan memuat ribuan bahkan jutaan jenis buku.

Maka, tidak berlebihan jika saya beranggapan bahwa kemajuan suatu bangsa turut ditentukan oleh keberadaan perpusatakaan. Sederhananya, semakin banyak perpustakaan akan memperbesar kesempatan orang untuk membaca dan menyerap ilmu. Sedangkan ilmu merupakan obor yang menerangi jalan untuk menggapai peradaban yang maju.

Dilema Minat Baca di Tengah Geliat Perpustakaan

Realitas memang sering kali berbicara di luar harapan. Pasalnya, dilihat dari jumlah perpustakaan, negeri ini sangat digdaya. Setidaknya ada 164.610 perpustakaan yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Bahkan, angka tersebut berhasil mengantarkan Indonesia menjadi negara dengan perpustakaan terbanyak kedua di dunia setelah India.

Anehnya, geliat jumlah perpusatakaan tersebut tidak diikuti oleh meningkatnya minat baca masyarakat Indonesia. Buktinya terpampang dalam studi Central Connecticut State University bertajuk The World’s Most Literate Nations 2016. Rilisnya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-60. Ironinya, hanya berada satu tingkat di atas Botswana yang berada di posisi paling bawah.

Sumber: www.independent.co.uk
Menyongsong Asa Lewat Pustaka

Di tengah tantangan yang kian menghujam, kemampuan literasi dan analisis terhadap data dan informasi harus dipertajam. Dalam rangka mewujudkannya, mau tidak mau minat baca harus segera ditingkatkan. Salah satu caranya melalui peran perpustakaan.

Hal ini bukan isapan jempol belaka, jika setiap perpus mampu memenuhi 6 komponen utama. Komponen yang sejatinya menjadi asa bagi saya, khususnya dalam menjawab dilema yang ada.

1. Lengkap
Tak dipungkiri, setiap orang ke perpustakaan untuk mencari referensi yang dibutuhkan. Namun jika tidak ada, bukan tak mungkin, ia tak akan menetap lama. Hal ini juga berarti menghambat niatnya untuk membaca. Untuk itu, perlu setiap perpus melengkapi rak-raknya dengan berbagai buku yang memuaskan dahaga pembaca.

2. Ramah Anak
Sebagai tunas bangsa, keberadaan anak harus diakomodir oleh setiap perpustakaan yang ada. Apalagi ia merupakan pemimpin sekaligus generasi pembangunan di masa depan. 

Untuk itu, layanan terbaik juga harus diberikan terhadap anak-anak dengan menyediakan ruang atau taman yang ramah anak dalam perpustakaan, termasuk bahan bacaan.

3. Ramah Disabilitas
Pada dasarnya akses untuk membaca harus diberikan pada semua orang tanpa ada diskriminasi. Oleh karenanya, perpustakaan harus pula menyediakan layanan khusus bagi mereka yang berkebutuhan khusus. 

Sebab, para penyandang disabilitas juga punya peranan dalam membangun negeri, untuk itu mereka pun harus meningkatkan literasi. Maka perpus harus menjadi solusi.

4. Pustakawan Profesional
Pustakawan juga menjadi persoalan. Segala manajerial dan layanan yang diberikan akan turut memberikan kesan bagi para pembaca. Profesionalisme pustakawan termasuk perilaku dan sifatnya bukan tak mungkin akan menambah nuansa kerinduan untuk kembali mengunjungi perpustakaan.

5. Rapi dan Nyaman
Salah satu yang kadang membuat kesal adalah tata letak buku yang semrawut. Alih-alih dapat referensi, kita harus mencari sana-sini. Hal ini akan berdampak pada keinginan untuk membaca. 

Oleh karena itu, sistematisnya tata letak buku pada rak perpus akan memberikan rasa nyaman. Sudah barang tentu yang nyaman akan selalu menjadi langganan.

6. Terintegrasi Teknologi
Di era disrupsi ini perlu juga penyelarasan perpus dengan teknologi. Tujuannya untuk memudahkan mencari informasi dan menemukan koleksi. Lebih utama melengkapi kekurangan referensi. Terlebih hari ini e-library mulai digandrungi.

Grhatama Pustaka sebagai Percontohan

Dalam menyongsong harapan, akan lebih mudah bila kita memberikan percontohan. Untuk itu, Grhatama Pustaka bisa menjadi gambaran nyata. Tanpa perlu menjabarkannya, silahkan tilik gambar berikut.


Jika semua perpus memiliki layanan seperti ini, bukan tak mungkin membaca menjadi budaya. Maka, sudah semestinya kita galang upaya bersama untuk mewujudkannya. Sebab dari rahim perpustakaanlah ide-ide brilian anak bangsa akan terlahir. Dari sana pula kita akan melampaui batas-batas harapan untuk negeri tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar